A. Produktivitas Primer
Istilah produktivitas primer seringkali ditafsirkan
sebagai biomassa (standing crop), padahal keduanya memiliki esensi yang
berbeda. Menurut Odum (1971) dan Odum (1983), yang dimaksud dengan produktivitas
primer di dalam suatu komunitas atau ekosistem adalah laju penyimpanan energi
sinar matahari oleh aktivitas fotosintetik dan kemosintetik yang dilakukan oleh
produsen (terutama tumbuhan hijau berklorofil) ke bentuk bahan organikyang
dapat dipergunakan sebagai bahan makanan.
Dengan kata lain, produktivitas primer adalah adalah laju
produksi, yaitu jumlah bahan organik hasil fotosintesis per satuan waktu, sedangkan
biomassa merupakan jumlah berat bahan organik per satuan area. Biomassa dapat dinyatakan
sebagai biomassa volume, biomassa berat basah, biomassa berat kering, biomassa berat
kering bebas debu. Dengan demikian, ada kalanya produktivitas tinggi, tetapi
karena terjadi konsumsi oleh herbivora, maka biomassa menjadi rendah.
B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Produktivitas Primer Di Laut
Tinggi
rendahnya produktivitas primer suatu lingkungan perairan laut, tergantung pada
beberapa faktor antara lain :
1. Sinar
Matahari
Banyak radiasi matahari yang mencapai
biosfer sampai di lahan gundul atau badan air yang dapat menyerap atau
memantulkan energi yang datang. Hanya sebagian kecil yang mengenai alga,
bakteri fotosintetik dan daun tumbuhan, dan hanya sebagian cahaya yang memiliki
panjang gelombang yang sesuai untuk fotosintesis. Produktivitas
di laut umumnya terdapat paling besar di perairan dangkal dekat benua dan di
sepanjang terumbu karang, dimana cahaya dan nutrient berlimpah. Di lautan
terbuka, intensitas cahaya mempengaruhi produktivitas komunitas fitoplankton.
Produktivitas secara umum paling besar dekat permukaan dan menurun secara tajam
dengan bertambahnya kedalaman, karena cahaya secara cepat diserap oleh air dan
plankton.
2.
Awan
Sumber energi utama untuk semua aras trofik
adalah sinar matahari yang hanya efekif pada waktu siang hari. Oleh karena ada
absorbsi pada waktu energi berwujud sinar tersebut melalui atmosfer dan terjadi pemencaran oleh asap
dan partikel debu serta ada awan, maka hanya tertinggal kurang lebih 46% sinar
matahari yang mencapai permukaan bumi. Adanya awan dan debu di udara dapat
mengurangi jumlah dan intensitas cahaya yang sampai ke pemukaan air setelah
menjelajahi atmosfer. Keadaan seperti ini mengurangi penembusan cahaya ke
permukaan laut dan mengurangi kecepatan proses produktivitas primer.
3.
Angin
Angin dapat menciptakan gelombang yang
dapat mengakibatkan permukaan laut tidok rata dan memantulkan sebagian sinar
matahari jika dibandingkan dengan permukaan yang rata. Gelombang, terutama di
perairan dangkal dapat juga menyebabkan kekeruhan dan mengurangi penembusan
cahaya matahari. Tetapi sebaliknya, angin juga dapat mendorong massa air
sehingga memperkaya zat hara untuk fotosintesis.
4.
Suhu
Suhu yang membantu melalui keragaman
musiman mengakibatkan hilangnya termoklin dan mendorong permukaan massa air
yang menyediakan za hara untuk kegiatan fotosintesis. Suhu juga mempengaruhi
daya larut gas-gas yang diperlukan untuk fotosintesis seperti CO2 dan O2 .
5. Zat-zat
Hara (Nutrient)
Untuk proses fotosintesis, fitoplankton
membutuhkn air, CO2 dan cahaya.
Namun untuk proses pertumbuhan dan produksi sel,
fitoplankton sangat tergantung pada ketersediaan unsur hara. Tanpa ketersediaan ini, sel-sel
fitoplankton tidak dapat
membelah diri dan selanjutnya menjadi tua (senescent). Selama ada unsur
hara, populasi sel akan meningkat. Zat-zat hara anorganik utama yang diperlukan
fitoplankton untuk tumbuh dan berkembang biak adalah nitrogen dan fosfor.
Zat-zat hara lain, baik anorganik maupun organik, mungkin diperlukan dalam
jumlah kecil atau sangat kecil, namun pengaruhnya terhadap produktivitas tidak sebesar nitrogen dan fosfor.
C. Rantai
Makanan di Laut
Rantai
makanan (food chain) adalah hubungan makan-dimakan antara organisme
autotrofik dengan organisme heterotrofik dan antara sesama heterotrofik, di
mana terjadi perpindahan aliran energi dari produsen ke konsumen.
Organisme
autotrofik disebut sebagai produsen meliputi semua organisme yang dapat
mensintesa bahan organik dari bahan anorganik, sedangkan semua organisme yang
langsung memanfaatkan organisme autorofik maupun saling makan antara organisme
heterotrof pada tingkatan herbivora, karnivora ataupun dekomposer disebut sebagai konsumen. Setiap
tingkatan trofik konsumen dalam suatu rantai makanan disebut sebagai “tingkatan trofik (level trophic)”.
Setiap
tingkatan trofik konsumen dalam suatu rantai makanan disebut sebagai tingkatan trofik (level trophic). Di darat,
dimana banyak terdpat herbivora besar, rantai makanan biasanya pendek, hanya terdiri dari tiga
atau empat mata rantai. Pada perairan aquatic (laut),
rantai makanan yangterjadi panjang, bisa mencapai lima atau lebih mata rantai karena herbivora yang hidup umumnya
berukuran sangat kecil. Rantai-rantai makan yang saling
berhubungan dalam suatu ekosistem akan membentuk jaring-jaring makanan (food web).
Agar rantai makan berkelanjutan dan selalu berada dalam keadaan yang seimbang, makaprodusen harus lebih besar jumlahnya daripada konsumen tingkat satu. Begitu pulkonsumen tingkat satu harus lebih banyak daripada konsumen tingkat dua daseterusnya. Dengan demikian, makin tinggi tingkat konsumennya, jumlah populasi harusemakin kecil (semakin meruncing) sehingga tampak sebagai “piramida makanan”. Piramida makanan adalah rantai makanan dalam bentuk piramida, dimana mata rantai dasar berupa biota berukuran kecil yang berada dalam jumlah individu yang besar dan puncaknya berisi biota berukuran besar dengan jumlah individu yang kecil.
Dalam
rantai makanan
(food chain), fitoplankton akan dimakan oleh hewan herbivora yang
merupakan produsen sekunder (secondary producer). Produsen sekunder ini umumnya berupa zooplankton yang
kemudian dimangsa pula oleh
hewan karnivora
yang lebih besar sebagai produsen tersier (tertiary producer).
Demikianlah seterusnya rentetan karnivora memangsa karnivora lain hingga
merupakan produsen tingkat keempat, kelima dan seterusnya.
Perpindahan
senyawa organik dari satu tingkat ke tingkat lebih tinggi berlangsung tidak
efisien. Diperkirakan efisensi perpindahan ini hanya sekitar 10%. Ini berarti
bahwa dari 1000 unit bahan organik yang yang diproduksi oleh
produsen primer hanya 100 unit yang dapat membentuk produsen kedua, selanjutnya menjadi 10 unit
produsen ketiga, satu unit produsen keempat dan seterusnya. Demikianlah, maka
jenjang permakanan (trophic level) ini, dari produsen primer hingga karnivora puncak (top carnivore) akan membentuk
limas pakan (food pyramid). Jelaslah bahwa fitoplankton, sebagai
produsen primer, merupakan pangkal rantai makanan
dan merupakan fondamen yang mendukung kehidupan seluruh biota laut lainnya.
Atau dengan kata lain dapat disebutkan bahwa perairan yang produktivitas primer
fitoplanktonnya tinggi akan mempunyai potensi sumberdaya hayati yang besar
pula.
Menurut
sifatnya, rantai makanan di laut terbagi atas dua bagian, yaitu :
1. Rantai
Makanan Rerumputan
(Grazing Food Chain)
Rantai
makanan ini diawali oleh tumbuhan
hijau sebagai produsen. Rantai makanan
rerumputan misalnya tumbuhan herbivora-karnivora. Pada
rantai makanan rerumputan ini,
sumber nutriennya secara langsung
adalah tumbuhan itu sendiri yang
daunnya dimakan oleh konsumen tingkat pertama.
Produksi tumbuhan
masuk ke dalam rantai makanan komunitas pelagik melalui organisme pemakan tumbuhan atau
herbivora. Karena ukuran fitoplankton
sangat kecil, organisme herbivora pun kecil. Sejumlah
besar spesies invetebrata planktonik adalah herbivora, tetapi herbivora yang
dominan dalam semua lautan ini adalah berbagai spesies copepoda yang terdiri dari 50% - 80% dari
jumlah zooplankton, selain Cladocera dan Euphausiid.
Rantai
makanan merumput umumnya terjadi pada ekosistem terumbu karang atau pada
komunitas lamun. Secara ringkas, rantai makanan meramban di laut dapat
disederhanakan menjadi :
a. Produsen
: - Fitoplankton,
Tumbuhan Thallus (Algae), Makrophyta
(Lamun)
b. Konsumen
:
- Zooplankton
(Herbivora) : berupa Cladocera; Copepoda, Euphausiid.
- Zooplankton
(Karnivora) : berupa larva ikan; Ikan Pemakan plankton, seperti ikan
kembung, ikan tongkol; barakuda,
ikan Paus; Teritip; Hewan-hewan karang.
2.
Rantai Makanan Detritus (Detritus Food Chain)
Detritus
berasal dari bahasa Latin, “deterere” yang artinya busuk, menghilang atau
lapuk. Detritus merupakan salah satu sumber makanan utama dalam ekosistem
pesisir atau lautan yang terdiri dari sisa-sisa bahan organik tumbuhan dan
hewan yang berukuran mikroskopik dan berasosiasi dengan bakteri. Rantai makanan
detritus meliputi hasil penghancuran, pengumpulan, pembusukan atau penguraian
(dekomposisi) bahan-bahan yang mati. Dengan demikian, komponen rantai
makanannya dapat disederhanakan mejadi :
a) Produsen
: Detritus
b) Konsumen
: Bakteri dan fungi;Protozoa dan avertebrata lain Karnivora sedang, Karnivora
tinggi
Tumpukan
besar detritus, baik secara langsung maupun tidak langsung berasal dari
biomassa tumbuh-tumbuhan. Biomassa hewan juga termasuk, tetapi besarnya
biomassa tumbuh-tumbuhan melampaui biomassa hewan, karena kotoran hewan
sebagian besar terdiri dari dari materi tumbuh-tumbuhan.
Sumber
detritus lainnya yang terbesar adalah kotoran hewan atau feses (faeces),
terutama feses dari pemakan tumbuh-tumbuhan. Sebanyak 10 – 50% makanan hewan
tidak dicernakan, melainkan dibuang sebagai feses. Bakteri dan fungi merupakan
pengurai utama, dan protozoa merupakan konsumen bakteri dan detritivor yang lebih besar. Pola rantai makanan detritus sering
dijumpai pada ekosistem estuari dan pada ekosistem mangrove. Pada ekosistem
mangrove, sumber utama detritus berasal dari daun-daun dan ranting-ranting
bakau yang telah membusuk. Daun-daun yang gugur dan sebagian algae yang gugur
akan dimakan oleh jenis-jenis bakteri dan fungi. Bakteri dan fungi ini akan
dimakan oleh sebagian protozoa dan avertebarata lainnya dan kemudian kedua
organisme ini akan dimakan oleh karnivora sedang, kemudian karnivora sedang
akan dimakan oleh karnivora yang lebih tinggi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar