Kamis, 30 Juni 2022

Apasaja bentukan proses organik dilautan dan dipantai ?

BENTUKAN PROSES ORGANIK DI LAUTAN DAN PANTAI

pendahuluan 

bentuk lahan asal organik >> bentuk lahan yang secara alamiah terbentuk dari proses kegiatan makhluk hidup. contohnya bentuk terumbu karang (coral reefs) 

Terumbu karang adalah masa endapan kapur (limestone/CaCO3) dimana endapan kapur ini terbentuk dari hasil sekresi biota laut pensekresi kapur (coral/karang)

proses pembentukan terumbu karang 

menurut para ahli geologi : seperti sheperd (1971), kuenen (1960) proses terbentuknya terumbu karang berbeda-beda, tetapi intinya mereka mengemukakan bahwa 75 % dari seluruh terumbu karang terbentuk pada masa pleistosen

masa pleistosen terjadii : 

  • tectonic subsidence (penurunan lapisan kerak bumi di dasar samudra akibat letusan gunung berapi)
  • fluktuasi paras muka laut terjadi akibat perubahan massa es mulai zaman pleistosen hingga periode resen yang mengakibatkan variasi pada kedalaman laut di sepanjang paparan kontinental (continental shelf)
dengan adanya variasi pada kedalaman laut di sepanjang paparan kontinental inilah yang menyebabkan tumbuhnya karang secara berkesinambungan 

Teori proses terbentuknya atol "hotspot theory"

pulau tersebut kemudian ditumbuhi beberapa formasi karang fringing reefs, yang kemudian berkembang menjadi barrier reefs, atoll dan terakhir menjadi sebuah gunung kecil di laut (guyoy)

secara garis besar perkembangan gunung berapi menjadi atoll adalah demikian dan proses tersebut akan terulang kembali pada gunug berapi yang terbentuk kemudian

 

proses terbentuknya atoll

# pertumbuhan terumbu karang secara garis besar lingkungan geologi pertumbuhan terumbu karang terbagi menjadi 2 yakni

·      daerah sekitar gunung berapi bawah laut

·      dasar laut dengan formasi lumpur

# Aspek geologi pembentukan lahan gambut

·      lahan gambut menurut bend (1992) dalam diessel (1992) untuk dapat terbentuknya gambut, beberapa faktor yang mempengaruhi ;

1.    tumbuhan

2.    iklim

3.    geografi dan tektonik daerah 






Apa saja Rantai makanan di Laut ?

A. Produktivitas Primer

Istilah produktivitas primer seringkali ditafsirkan sebagai biomassa (standing crop), padahal keduanya memiliki esensi yang berbeda. Menurut Odum (1971) dan Odum (1983), yang dimaksud dengan produktivitas primer di dalam suatu komunitas atau ekosistem adalah laju penyimpanan energi sinar matahari oleh aktivitas fotosintetik dan kemosintetik yang dilakukan oleh produsen (terutama tumbuhan hijau berklorofil) ke bentuk bahan organikyang dapat dipergunakan sebagai bahan makanan.

Dengan kata lain, produktivitas primer adalah adalah laju produksi, yaitu jumlah bahan organik hasil fotosintesis per satuan waktu, sedangkan biomassa merupakan jumlah berat bahan organik per satuan area. Biomassa dapat dinyatakan sebagai biomassa volume, biomassa berat basah, biomassa berat kering, biomassa berat kering bebas debu. Dengan demikian, ada kalanya produktivitas tinggi, tetapi karena terjadi konsumsi oleh herbivora, maka biomassa menjadi rendah.

B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produktivitas Primer Di Laut

Tinggi rendahnya produktivitas primer suatu lingkungan perairan laut, tergantung pada beberapa faktor antara lain :

    1.     Sinar Matahari

Banyak radiasi matahari yang mencapai biosfer sampai di lahan gundul atau badan air yang dapat menyerap atau memantulkan energi yang datang. Hanya sebagian kecil yang mengenai alga, bakteri fotosintetik dan daun tumbuhan, dan hanya sebagian cahaya yang memiliki panjang gelombang yang sesuai untuk fotosintesis. Produktivitas di laut umumnya terdapat paling besar di perairan dangkal dekat benua dan di sepanjang terumbu karang, dimana cahaya dan nutrient berlimpah. Di lautan terbuka, intensitas cahaya mempengaruhi produktivitas komunitas fitoplankton. Produktivitas secara umum paling besar dekat permukaan dan menurun secara tajam dengan bertambahnya kedalaman, karena cahaya secara cepat diserap oleh air dan plankton.

    2.     Awan

Sumber energi utama untuk semua aras trofik adalah sinar matahari yang hanya efekif pada waktu siang hari. Oleh karena ada absorbsi pada waktu energi berwujud sinar tersebut melalui atmosfer dan terjadi pemencaran oleh asap dan partikel debu serta ada awan, maka hanya tertinggal kurang lebih 46% sinar matahari yang mencapai permukaan bumi. Adanya awan dan debu di udara dapat mengurangi jumlah dan intensitas cahaya yang sampai ke pemukaan air setelah menjelajahi atmosfer. Keadaan seperti ini mengurangi penembusan cahaya ke permukaan laut dan mengurangi kecepatan proses produktivitas primer.

    3.     Angin

Angin dapat menciptakan gelombang yang dapat mengakibatkan permukaan laut tidok rata dan memantulkan sebagian sinar matahari jika dibandingkan dengan permukaan yang rata. Gelombang, terutama di perairan dangkal dapat juga menyebabkan kekeruhan dan mengurangi penembusan cahaya matahari. Tetapi sebaliknya, angin juga dapat mendorong massa air sehingga memperkaya zat hara untuk fotosintesis.

    4.     Suhu

Suhu yang membantu melalui keragaman musiman mengakibatkan hilangnya termoklin dan mendorong permukaan massa air yang menyediakan za hara untuk kegiatan fotosintesis. Suhu juga mempengaruhi daya larut gas-gas yang diperlukan untuk fotosintesis seperti CO2 dan O2 .

    5.     Zat-zat Hara (Nutrient)

Untuk proses fotosintesis, fitoplankton membutuhkn air, CO2 dan cahaya. Namun untuk proses pertumbuhan dan produksi sel, fitoplankton sangat tergantung pada ketersediaan unsur hara. Tanpa ketersediaan ini, sel-sel fitoplankton tidak dapat membelah diri dan selanjutnya menjadi tua (senescent). Selama ada unsur hara, populasi sel akan meningkat. Zat-zat hara anorganik utama yang diperlukan fitoplankton untuk tumbuh dan berkembang biak adalah nitrogen dan fosfor. Zat-zat hara lain, baik anorganik maupun organik, mungkin diperlukan dalam jumlah kecil atau sangat kecil, namun pengaruhnya terhadap produktivitas tidak sebesar nitrogen dan fosfor.

C. Rantai Makanan di Laut

Rantai makanan (food chain) adalah hubungan makan-dimakan antara organisme autotrofik dengan organisme heterotrofik dan antara sesama heterotrofik, di mana terjadi perpindahan aliran energi dari produsen ke konsumen.

Organisme autotrofik disebut sebagai produsen meliputi semua organisme yang dapat mensintesa bahan organik dari bahan anorganik, sedangkan semua organisme yang langsung memanfaatkan organisme autorofik maupun saling makan antara organisme heterotrof pada tingkatan herbivora, karnivora ataupun dekomposer disebut sebagai konsumen. Setiap tingkatan trofik konsumen dalam suatu rantai makanan disebut sebagai tingkatan trofik (level trophic).

Setiap tingkatan trofik konsumen dalam suatu rantai makanan disebut sebagai tingkatan trofik (level trophic). Di darat, dimana banyak terdpat herbivora besar, rantai makanan biasanya pendek, hanya terdiri dari tiga atau empat mata rantai. Pada perairan aquatic (laut), rantai makanan yangterjadi panjang, bisa mencapai lima atau lebih mata rantai karena herbivora yang hidup umumnya berukuran sangat kecil. Rantai-rantai makan yang saling berhubungan dalam suatu ekosistem akan membentuk jaring-jaring makanan (food web).

Agar rantai makan berkelanjutan dan selalu berada dalam keadaan yang seimbang, makaprodusen harus lebih besar jumlahnya daripada konsumen tingkat satu. Begitu pulkonsumen tingkat satu harus lebih banyak daripada konsumen tingkat dua daseterusnya.  Dengan demikian, makin tinggi tingkat konsumennya, jumlah populasi harusemakin kecil (semakin meruncing) sehingga tampak sebagai piramida makanan. Piramida makanan adalah rantai makanan dalam bentuk piramida, dimana mata rantai dasar berupa biota berukuran kecil yang berada dalam jumlah individu yang besar dan puncaknya berisi biota berukuran besar dengan jumlah individu yang kecil.

Dalam rantai makanan (food chain), fitoplankton akan dimakan oleh hewan herbivora yang merupakan produsen sekunder (secondary producer). Produsen sekunder ini umumnya berupa zooplankton yang kemudian dimangsa pula oleh hewan karnivora yang lebih besar sebagai produsen tersier (tertiary producer). Demikianlah seterusnya rentetan karnivora memangsa karnivora lain hingga merupakan produsen tingkat keempat, kelima dan seterusnya.

Perpindahan senyawa organik dari satu tingkat ke tingkat lebih tinggi berlangsung tidak efisien. Diperkirakan efisensi perpindahan ini hanya sekitar 10%. Ini berarti bahwa dari 1000 unit bahan organik yang yang diproduksi oleh produsen primer hanya 100 unit yang dapat membentuk produsen kedua, selanjutnya menjadi 10 unit produsen ketiga, satu unit produsen keempat dan seterusnya. Demikianlah, maka jenjang permakanan (trophic level) ini, dari produsen primer hingga karnivora puncak (top carnivore) akan membentuk limas pakan (food pyramid). Jelaslah bahwa fitoplankton, sebagai produsen primer, merupakan pangkal rantai makanan dan merupakan fondamen yang mendukung kehidupan seluruh biota laut lainnya. Atau dengan kata lain dapat disebutkan bahwa perairan yang produktivitas primer fitoplanktonnya tinggi akan mempunyai potensi sumberdaya hayati yang besar pula.  

Menurut sifatnya, rantai makanan di laut terbagi atas dua bagian, yaitu :

1.     Rantai Makanan Rerumputan (Grazing Food Chain)

Rantai makanan ini diawali oleh tumbuhan hijau sebagai produsen. Rantai makanan rerumputan misalnya tumbuhan herbivora-karnivora. Pada rantai makanan rerumputan ini, sumber nutriennya secara langsung adalah tumbuhan itu sendiri yang daunnya dimakan oleh konsumen tingkat pertama. Produksi tumbuhan masuk ke dalam rantai makanan komunitas pelagik melalui organisme pemakan tumbuhan atau herbivora.  Karena ukuran fitoplankton sangat kecil, organisme herbivora pun kecil. Sejumlah besar spesies invetebrata planktonik adalah herbivora, tetapi herbivora yang dominan dalam semua lautan ini adalah berbagai spesies copepoda yang terdiri dari 50% - 80% dari jumlah zooplankton, selain Cladocera dan Euphausiid.

Rantai makanan merumput umumnya terjadi pada ekosistem terumbu karang atau pada komunitas lamun. Secara ringkas, rantai makanan meramban di laut dapat disederhanakan menjadi :

a.     Produsen : - Fitoplankton, Tumbuhan Thallus (Algae), Makrophyta (Lamun)

b.     Konsumen :

-       Zooplankton (Herbivora) : berupa Cladocera; Copepoda, Euphausiid.

-       Zooplankton (Karnivora) : berupa larva ikan; Ikan Pemakan plankton, seperti ikan kembung, ikan tongkol; barakuda, ikan Paus; Teritip; Hewan-hewan karang.

2. Rantai Makanan Detritus (Detritus Food Chain)

Detritus berasal dari bahasa Latin, deterere yang artinya busuk, menghilang atau lapuk. Detritus merupakan salah satu sumber makanan utama dalam ekosistem pesisir atau lautan yang terdiri dari sisa-sisa bahan organik tumbuhan dan hewan yang berukuran mikroskopik dan berasosiasi dengan bakteri. Rantai makanan detritus meliputi hasil penghancuran, pengumpulan, pembusukan atau penguraian (dekomposisi) bahan-bahan yang mati. Dengan demikian, komponen rantai makanannya dapat disederhanakan mejadi :

a)     Produsen    :       Detritus

b)    Konsumen :   Bakteri dan fungi;Protozoa dan avertebrata lain Karnivora   sedang,  Karnivora tinggi

Tumpukan besar detritus, baik secara langsung maupun tidak langsung berasal dari biomassa tumbuh-tumbuhan. Biomassa hewan juga termasuk, tetapi besarnya biomassa tumbuh-tumbuhan melampaui biomassa hewan, karena kotoran hewan sebagian besar terdiri dari dari materi tumbuh-tumbuhan.

Sumber detritus lainnya yang terbesar adalah kotoran hewan atau feses (faeces), terutama feses dari pemakan tumbuh-tumbuhan. Sebanyak 10 – 50% makanan hewan tidak dicernakan, melainkan dibuang sebagai feses. Bakteri dan fungi merupakan pengurai utama, dan protozoa merupakan konsumen bakteri dan detritivor yang lebih besar. Pola rantai makanan detritus sering dijumpai pada ekosistem estuari dan pada ekosistem mangrove. Pada ekosistem mangrove, sumber utama detritus berasal dari daun-daun dan ranting-ranting bakau yang telah membusuk. Daun-daun yang gugur dan sebagian algae yang gugur akan dimakan oleh jenis-jenis bakteri dan fungi. Bakteri dan fungi ini akan dimakan oleh sebagian protozoa dan avertebarata lainnya dan kemudian kedua organisme ini akan dimakan oleh karnivora sedang, kemudian karnivora sedang akan dimakan oleh karnivora yang lebih tinggi.

Apa itu Sedimen ?

 SEDIMEN

Apa itu Sedimen

Ponce (1989) menyebutkan bahwa sedimen adalah produk disintegrasi dan dekomposisi batuan. Disintegrasi mencakup seluruh proses dimana batuan yang rusak/pecah menjadi butiran-butiran kecil tanpa perubahan substansi kimiawi. Dekomposisi mengacu pada pemecahan komponen mineral batuan oleh reaksi kimia. Dekomposisi mencakup proses karbonasi, hidrasi, oksidasi dan solusi. Karakteristik butiran mineral dapat menggambarkan properti sedimen, antara lain ukuran (size), bentuk (shape), berat volume (specific weight), berat jenis (specific gravity) dan kecepatan jatuh/endap (fall velocity).

Sedimentasi adalah peristiwa pengendapan material batuan yang telah diangkut oleh tenaga air atau angin. Pada saat pengikisan terjadi, air membawa batuan mengalir ke sungai, danau, dan akhirnya sampai di laut. Pada saat kekuatan pengangkutannya berkurang atau habis, batuan diendapkan di daerah aliran air.

Secara sederhana, arti sedimen adalah bahan yang diendapkan. Menurut Gross (1990), sedimen laut adalah akumulasi mineral-mineral dan pecahan-pecahan batuan yang bercampur dengan hancuran cangkang dan tulang dari organisme laut serta beberapa partikel lain yang terbentuk lewat proses kimia yang terjadi di laut. Pettijohn,(1975) penulis buku sedimentary rocks, memberi pengertian tentang proses sedimentasi. Menurutnya sedimentasi adalah proses pembentukkan sedimen dan atau batuan sedimen yang diakibatkan oleh pengendapan dari material pembentuknya pada suatu tempat. Lokasi pengendapan sedimen disebut lingkungan pengendapan; berupa sungai, danau, delta, estuaria, laut dangkal, dan laut dalam.

 jenis-jenis sedimen dan proses terbentuknya

Berdasarkan sumbernya, sedimen laut dibagi empat jenis yaitu Lithogenous, Biogenous, Hydrogenous, dan Cosmogenous ( Hutabarat, 2000) :

    1.     Sedimen Lithogenous (Terrigenous)

Sedimen Lithogenous yaitu sedimen laut yang berasal dari hasil pengikisan batuan yang berada di daratan dan atau di lautan. Proses pengendapan diawali dari pelapukan kimia dan mekanik oleh pengaruh iklim. Hasil pelapukan kemudian tererosi dan masuk pada aliran sungai kemudian di transportasikan menuju berbagai lingkungan pengendapan, baik sungai, danau, maupun laut. Selain melalui proses erosi, transportasi bahan sedimen dapat pula terbawa oleh hembusan angin atau letusan gunung berapi yang langsung masuk ke perairan dan mengendap di dasar laut.

Proses pelapukan kimiawi bersifat dekomposisi karena mengubah susunan kimiawi dari benda yang mengalami pelapukan tersebut. Misalnya, mineral clay (lempung) berasal dari pelapukan batuan feldspatik granit; hidroksida besi berasal dari korosi besi; alumina merupakan mineral dari proses aluminium oksida ( Al₂O₃), dan lain-lain. Proses pelapukan mekanik bersifat desintegrasi karena tidak mengubah struktur kimiawi melainkan hanya terpecah belah menjadi fragmen-fragmen batuan yang lebih kecil. Contohnya mineral kwarsa, mika, feldspar, pyroxenes, ampibol, dan mineral berat lainnya.

Kecepatan proses pengendapan sedimen lithogenous sangat bervariasi, tergantung besaran butiran partikelnya. Partikel pasir memerlukan waktu sekitar 1,8 hari untuk tenggelam pada kedalaman laut 4.000 meter, sedangkan partikel lumpur memerlukan waktu 185 hari, dan partikel liat membutuhkan waktu sekitar 51 tahun. Tempat pengendapannya juga berbeda; partikel lumpur dapat mengendap pada lingkungan pantai hingga ke zona continental shelf, sedangkan partikel yang lebih halus seperti clay dapat di endapkan di dasar laut dalam.

Daerah persebaran sedimen Lithogenous umumnya berada di sepanjang pantai daratan (benua). Namun, sebagian lainnya ada juga yang tersebar di zona abyssal sebagai hasil dari arus turbiditi yaitu arus yang disebabkan oleh keadaan air yang memiliki suspensi sedimen. Karena memiliki kerapatan yang lebih besar daripada air laut, maka air mengalir dari bagian atas ke bagian bawah, karena tarikan gravitasi. Pola umum sedimen yang berbutiran kasar banyak ditemukan di zona neritik dan perairan laut dangkal (disebut sedimen neritik). Sedangkan, endapan yang berbutiran halus banyak ditemukan di cekungan laut dalam sehingga disebut juga endapan pelagis.

Materi yang terendapkan umumnya tidak sekadar pengendap tetapi juga mengalami proses penguburan oleh materi endapan berikutnya sehingga terjadi pemadatan. Dalam waktu tertentu, sedimen tersebut akan mengalami proses diagenesis yaitu perubahan lapisan sedimen menjadi batuan sedimen. Proses perubahan sedimen menjadi batuan sedimen disebut litifikasi. Proses diagenesis dapat berlanjut menjadi tahap metamorfosis jika terdapat suhu dan tekanan yang memadai untuk itu. Pada proses diagenesis, terjadi perubahan kimia, fisika, dan perubahan biologi setelah proses litifikasi.

 

    2.     Sedimen Biogenous

Sedimen biogenous (disingkat biogen) terdiri dari bahan yang berasal dari sisa-sisa tanaman atau hewan yang telah mati seperti serpihan cangkang, terumbu karang, coccolithophores, radiolarian, diatom, dan foraminifera. Senyawa kimia dalam sedimen biogen berasal dari silika (SiO₂) dan kalsium karbonat (CaCO₃). Sedimen biogen terdiri dari dua tipe “ooze” (istilah umum pada kajian sedimen laut untuk organisme yang mengeluarkan zat atau cairan tertentu), yaitu calcareous ooze dan siliceous ooze. calcareous ooze berasal dari foraminifera dan coccolithophores, sedangkan siliceous ooze berasal dari diatomeous, radiolarian. Selain calcareous ooze dan siliceous ooze, terdapat jenis endapan lainnya yaitu red clay ooze.

a.     Foraminifera (globigerina ooze)

Foraminifera merupakan kelompok hewan bersel satu yang memiliki cangkang kalsit (CaCO3). Foraminifera hidup di lingkungan yang luas yaitu merentang dari laut dangkal hingga laut dalam sampai batas lapisan CCD ( Calcium Carbonate Compensation Depth). Foraminifera terbagi dalam dua jenis yaitu foraminifera planktonik dan foraminifera benthik. Foraminifera planktonik bertubuh kecil yaitu antara 50-100 mikron sehingga hidup melayang-layang di permukaan sampai kedalaman 1000 meter. Sedangkan, foraminifera bentik hidup di dasar laut di tepi pantai sampai kedalaman lebih dari 3000 meter. Cangkang foraminifera mengandung kalsium karbonat (CaCO3) membentuk globogerina ooze yang dapatt dijadikan petunjuk adanya minyak bumi. Jumlah  globogerina ooze menutup hampir 35% dari permukaan dasar laut. Pada tekanan dan suhu tertentu, cangkang foraminifora dapat berubah menjadi minyak bumi. Fosil foraminifera berguna sebagai biostratigrasi yang memberi informasi informasi umur geologi suatu batuan, merekontruksi iklim masa lalu, menentukan suhu air laut dari masa ke masa pada sejarah bumi, bahkan dapat digunakan untuk merekontruksi iklim masa lalu, menentukan suhu air laut dari masa ke masa pada sejarah bumi, bahkan dapat digunakan untuk merekontruksi arus masa lalu.

b.     Coccolithophores

Coccolithophores adalah tumbuhan bersel satu dari jenis fitoplankton yang diklasifikasikan pada kelas prymnesiophyceae. Coccolithophores hidup dalam jumlah besar di seluruh lapisan permukaan laut dan mereka melindungi dirinya dengan cakram yang menganduung karbonat. Coccolithophores dikenal dengan istilah “calcareous nannofossils” karena ukurannya sangat kecil yaitu kurang dari 30 µm (coccolith biasanya 2 hingga 10 µm). Saat ini, sisa Coccolithophores banyak ditemukan sebagai endapan laut dalam jumlah yang cukup besar, bahkan dapat membentuk tebing kapur. Dalam studi kelautan, Coccolithophores digunakan sebagai indikator dalam kajian perubahan lingkungan. Kelompok fitoplankton ini memainkan peran penting dalam siklus karbon karena mereka menyerap CO₂  dari atmosfer.

c.      Diatomeous

Diatomeous atau diatomite adalah batuan sedimen yang terdiri dari sisa-sia kerangka diatom yang mengandung silika. Diatom adalah ganggang mikroskopis, sel tunggal yang hidup di air laut, tetapi beberapa spesies panjangnya hingga 2 milimeter. Diatom menghasilkan dinding sel eksternal yang terdiri dari silika, yang disebut frustule. Faktur ini sangat tipis dan memiliki struktur yang halus. Hampir semua diatom melakukan proses fotosintetis dan hidup di permukaan air dimana sinar matahari dapat menembus. Diatom memiliki peranan dalam dalam memproduksi hampir setengah dari massa organik di lautan dunia dan menempatkan mereka di dasar rantai makanan laut. Sedimen diatom dikenal di dunia industri sebagai bahan dasar untuk membuat obat membasmi kutu-kutu dan hama pada tanaman.

d.     Radiolarian

Radiolaria disebut juga radiozoa yaitu protozoa berukuran 0,1-0,2 mm, dari kelas polycystinea (superclass actinopoda). Radiolaria ditemukan sebagai zooplankton, sisa-sisanya bangkainya mengandung silika. Bentuk radiolarian seperti bola simetris, rumit dan indah. Reproduksi radiolarian secara aseksual yang tumbuh dari tunas, pembelahan biner, atau pembelahan ganda. Sisa-sisa kerangka radiolarian menetap di dasar lautan dan membentuk cairan radiolaria. Ketika dasar laut terangkat menjadi daratan, cairan radiolarian akan berubah menjadi batuan sedimen. Endapan silika dari kerangka radiolarian menjadi batu api, rijang, dan tripoli abrasif. Fosil radiolarian telah ditemukan sejak era prakambrium (3,96 miliar hingga 540 jutaan tahun lalu).

Pengetahuan tentang fosil radiolaria bermanfaat dalam analisis geologi yaitu pada setiap ekspedisi DSDP (Deep Sea Drilling Project) dan ODP (Ocean Drilling Project) yaitu sebagai media atau indikator biostratigrafi sedimen dasar laut dan sebagai pembanding korelatif dengan zonasi fosil renik lainnya pada penafsiran paleoseanografi dan paleogeografi. Model sistem pengendapan sedimen pembawa fosil radiolarian, menurut matsuda dan isozaki dalam munarsi, ditemukan pada baturijang (pelagic rocks) atau batu serpih dan batu lumpur silikaan (hemipelagic rocks).

e.     Red clay ooze

Tanah liat merah (red clay ooze) tidak selalu berwarna merah, tetapi ada pula yang berwarna kecoklatan. Red clay ooze terakumulasi di dasar laut terdalam dan paling terpencil di samudra dan mencakup 38% dari dasar laut. Proses pengendapan red clay ooze sangat lambat yaitu hanya 0,1 - 0,5 cm/tahun.

Red clay ooze mengandung kurang dari 30 % bahan biogenik yang terdiri dari kuarsa eolian, mineral lempung, abu vulkanik, residu bawahan dari mikrofosil silika dan mineral autigenik seperti zeolit, limonit dan oksida mangan. Pada tanah liat merah ditemukan pula debu meteorit, tulang dan gigi ikan, tulang telinga paus, dan nodul mikro mangan. Warna merah berasal dari pelapisan oksida besi dan oksida mangan pada partikel sedimen. Saat terkubur lebih dalam, tanah liat cokelat dapat berubah menjadi tanah liat merah karena konversi hidroksida besi menjadi hematit.

Tanah liat merah diangkut ke laut dalam bentuk suspensi, baik melalui angin maupun arus laut. Saat mereka terangkut lempung yang lebih halus dapat tetap dalam suspensi selama seratus tahun sebelum mereka mengendap di dasar laut. Persebaran red clay ooze berada di dasar samudra pasifik (49%), Atlantik (26%), dan India (25%). Jumlah red clay ooze di pasifik lebih banyak karena merupakan wilayah yang lebih tua. Tanah liat merah dapat dianggap memiliki ukuran butir sekitar 1 nm, dengan kandungan biogenik < 15 % CaCO₃, dengan laju pengendapan hanya sekitar <1 mm/103 thn.

 

.    3.    Sedimen Hydrogenous

Sebagaimana diketahui, air laut mengandung zat terlarut yang sangat beragam. Didalam nya banyak terjadi reaksi kimia yang menyebabkan zat-zat ini mengendap sebagai partikel padat, yang kemudian terakumulasi sebagai sedimen yang mengandung hidrogen. Reaksi zat-zat tersebut dipicu oleh berbagai perubahan kondisi misalnya perubahan suhu, tekanan, ph, konsentrasi zat tertentu, penguapan, dan pelarutan. Jumlah sedimen hydrogenous tidak sebanyak sedimen litogen atau biogen, tetapi cukup diperhitungkan dalam usaha pertambangan.

Pada perubahan suhu air akibat bersentuhan dengan magma yang keluar dari kepundan gunung api bawah laut misalnya, air yang sangat panas ini mengandung banyak zat terlarut dan ketika bereaksi dengan air laut yang dingin dapat membentuk partikel-partikel logam sulfida. Dibawah ini akan dijelaskan beberapa bentuk sedimen hydrogenous.

a.     Nodul mangan

Nodul mangan yaitu butiran sampai bongkahan berbentuk bulat dari mangan dan logam lain yang terbentuk di dasar laut. Diameternya berkisar antara 3-10 cm dan terkadang ada juga yang berukuran hingga 30 cm. Pembentukan nodul mangan mirip dengan pembentukan mutiara, yaitu ada inti mangan yang awalnya berukuran kecil, secara perlahan-lahan menempel dan berkembang menjadi semakin besar (pertumbuhannya sangat lambat, diperkirakan hanya beberapa milimeter saja perjuta tahun). Komposisi nodul dapat bervariasi, tergantung pada lokasi dan kondisi pembentukannya; tetapi, biasanya didominasi oleh mangan dan besi oksida. Selain itu, ada juga yang mengandung tembaga, nikel, dan kobalt.

Lingkungan sedimentasi mangan adalah daerah yang tingkat akumulasi sedimen litogen dan biogennya rendah, karena dua jenis sedimen tersebut dapat mengahambat pembentukan nodul. Karena itu, nodul mangan banyak mangan ditemukan di tengah lautan yang jauh dari “gangguan” litogen atau biogen. Karena nodul mangan memiliki nilai komersial maka sudah banyak pihak yang berminat untuk mengeskplorasi. Namun, karena biaya eksplorasinya masih terhitung mahal, belum ada yang melakukannya.

b.     Evaporites : Garam (NaCl)

Evaporites garam adalah sedimen hidrogen yang terbentuk keetika air laut mengalami proses penguapan dan meninggalkan bahan terlarut dalam bentuk padatan, terutama halit. (garam,NaCl). Endapan evapit halif relatif tersebar di berbagai tempat. Laut yang banyak mengendapkan halit antara lain laut mediterania yang telah berlangsung 6 juta tahun lalu; selain karena lokasinya sempat tertutup (tertutupnya selat Gibraltar) dari samudra atlantik dan iklim yang hangat sehingga terjadi penguapan yang hebat dan meninggalkan banyak garam. Kasus ini disebut Messinian Salinity Crisis. Laut mediterania mulai berair kembali pada sekitar 5,3 juta tahun lalu, namun sedimen halit masih terpelihara; ada dan saat ini menjadi pusat pertambangan garam di bawah dasar laut.

c.     Oolit

Oolit adalah batuan sedimen yang sebagian besar berupa batu gamping dan mengandung kalsium karbonat (mineral aragonit atau kalsit). Karena butirannya cukup kecil maka sering disebut “ooid” karena kurang dari 2 mm. Butir yang lebih besar dengan genesis yang serupa dinamakan pisoids (pisolith).  Batuan yang terbuat dari pisoids adalah pisolite. Sebagian besar ooids berada di perairan dangkal (kurang dari 10 meter, bahkan kurang dari 2 meter) dengan suhu air yang hangat seperti di teluk Persia dan Bahama. Air hangat diperlukan untuk menurunkan kandungan karbon dioksida dalam air, karena suhu yang lebih tinggi mengurangi kemampuan air untuk menjaga gas terlarut. Beberapa ooids terbuat dari silika (rijang), dolomit, atau fosfat berbutir halus (collophane).

d.     Metana hidrat

Metana hidrat adalah jenis lain dari endapan hidrogen yang memiliki nilai komersial industri. Sedimen ini antara lain berasal dari bahan organik yang berasal dari tanaman darat. Fragmen-fragmen kecil dari tumbuhan ditambah dengan bahan organik lainnya seperti tumbuhan dan hewan laut. Ketika endapan menumpuk, bakteri mulai bekerja untuk memecah bahan organik yang terkandung di dalamnya. Karena bersifat anaerobik (reaksi tanpa oksigen), maka terbentuklah gas metana (CH₄). Pada kedalaman air 500 m – 1.000 m, dengan kondisi suhu rendah di dasar laut (mendekati 4⁰ C), air dan metana bergabung dan menciptakan zat yang dikenal sebagai metana hidrat.

Metana hidrat mudah terbakar karena ketika dipanaskan, metana dilepaskan sebagai gas. Metana yang terkandung dalam sedimen dasar laut merupakan cadangan energi bahan bakar fosil yang sangat besar. Banyak pihak yang ingin memproduksi sebagai bahan bakar, namun karena memiliki implikasi terhadap perubahan iklim global maka eksploitasinya masih dipertimbangkan.

e.   Endapan hydrogenous lainnya

Endapan hydrogenous lainnya adalah endapan berbagai bijih tambang yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Bentuknya masih berupa nodul polimetalik yang mengandung bijih tembaga, seng, nikel, perak, besi, dan logam lainnya. Saat ini, penambangan sedimen dasar laut sudah mulai dilirik. Teknik penambangannya yakni melalui pompa hidrolik dan atau sistem ember yang mengeruk bijih ke permukaan laut untuk di proses. Endapan yang terindentifikasi memiliki potensi barang tambang komersial.

 

    4.     Sedimen Cosmogenous

Sedimen kosmogen berasal dari luar angkasa yaitu berupa serpihan komet dan asteroid. Jenis sedimen ini jarang ditemukan, tetapi ada didasar laut. Diperkirakan, 5-300 ton debu ruang angkasa menghujani bumi setiap hari. Pada saat benda angkasa masuk ke atmosfer bumi, 90 % terbakar menjadi debu. Ada dua jenis endapan kosmogen yaitu spherules mikroskokpis dan puing meteor. Spherules terdiri dari silika, besi, dan nikel, yang terlepas dari induk meteor pada saat terbakar memasuki atmosfer bumi. Sedangkan, puing meteor berasal dari serpihan meteorit pada saat jatuh dan bertabrakan dengan bumi. Dampak dari tabrakan tersebut mengeluarkan partikel ke atmosfer yang akhirnya mengendap kembali ke bumi dan atau mengendap di dasar laut. Puing-puing meteor sebagian besar mengandung silika atau besi dan nikel. Salah satu bentuk puing yang menarik adalah tektites yang berbentuk tetesan kecil berbahan gelas yang diduga meleleh saat terjadi tumbukan meteorit.

Apa itu Estuari dan Produktivitasnya ?

A. Apa itu estuaria

Kata “estuary” berasal dari kata latin yaitu aestuarium yang artinya pasang surut air laut. Secara operasional, estuaria adalah badan air pantai yang semi tertutup, memiliki koneksi dengan laut terbuka, di mana air laut bercampur dengan air tawar yang berasal dari sungai. Secara kasat mata, estuaria adalah pantai yang bentuknya seperti corong menjorok ke pedalaman daratan, semakin ke darat semakin sempit dan akhirnya bersambung dengan muara sungai. Dapat juga dijelaskan bahwa estuari adalah muara sungai yang melebar sebelum masuk ke laut lepas. Di bagian depan muara estuaria, kedalamannya cukup dangkal karena ada sedimen yang terendapkan, baik endapan yang terbawa oleh arus sungai maupun dari sedimen laut dari proses arus susur pantai.

Estuaria merupakan suatu bentukan masa air yang semi tertutup di lingkungan pesisir, yang berhubungan langsung dengan laut lepas, sangat dipengaruhi oleh  efek  pasang-surut  dan   masa  airnya merupakan campuran dari air laut dan air tawar. Muara sungai, teluk-teluk di daerah pesisir, rawa pasang-surut dan badan air yang terpisah dari laut oleh pantai penghalang (barrier beach), merupakan contoh dari sistem perairan estuari. Estuari dapat dianggap sebagai zona transisi (ekoton) antara habitat laut dan perairan tawar, namun beberapa sifat fisis dan biologis pentingnya tidak memperlihatkan karakteristik peralihan, lebih cenderung terlihat sebagai suatu karakteristik perairan yang khas (unik). Keunikan tersebut, yaitu: 

  • Tempat bertemunya arus air dengan arus pasang-surut yang berlawanan menyebabkan pengaruh kuat pada sedimentasi, pencampuran air, dan ciri-ciri fisika lainnya, serta membawa pengaruh besar pada biotanya.
  • Pencampuran kedua macam air tersebut menghasilkan suatu sifat fisika lingkungan khusus yang tidak sama dengan sifat air sungai maupun sifat air laut.
  • Perubahan yang terjadi akibat adanya pasang-surut mengharuskan komunitas di dalamnya melakukan penyesuaian secara fisiologis dengan lingkungan sekelilingnya.
  • Tingkat kadar garam di daerah estuaria tergantung pada pasang-surut air laut, banyaknya aliran air tawar dan arus-arus lainnya, serta topografi daerah estuaria tersebut.

Suhu, salinitas, dan pasang surut air merupakan faktor penting dalam perairan estuari karna dengan adanya suhu, salinitas, dan pasang surut dapat diketahui batasan dan produktivitas perairan estuari. Secara ekologi, perairan estuari merupakan perairan yang subur dikarenakan memiliki unsur hara yang tinggi yang didapat dari perairan tawar dan perairan laut. Fungsi estuari bagi kehidupan ikan seperti sebagai daerah pemijahan, daerah pengasuhan, dan lumbung makanan serta jalur migrasi menjadikan estuari kaya dengan keanekaragaman hayati ikan pada berbagai tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa).

Sebagaimana karakteristik muara sungai, kawasan estuaria adalah mintakan peralihan (zona transisi) antara lingkungan sungai dengan lingkungan laut. Dengan demikian, ekosistemnya dipengaruhi baik oleh aliran air tawar dan sedimentasi dari sungai dan pengaruh dinamika laut seperti pasang surut, gelombang, dan arus laut. Berdasarkan  sirkulasi airnya, estuaria dibagi ke dalam 5 jenis yaitu :

  1. Estuaria baji garam (salt wedge) yaitu estuaria yang memiliki ciri, aliran air tawar dari sungai dapat mendesak masuknya air laut, sehingga air tawar mengalir di atas lapisan air laut dengan ketebalan yang semakin menipis ketika aliran air tawar semakin jauh ke tengah laut. Sebaliknya, air laut mendesak di bawah permukaan dengan ketebalan yang semakin tipis di pangkal estuaria. Dengan demikian, perlapisan air tawar dan air laut seperti baji yang menusuk ke daratan di bawah permukaan air. Tipe ini dianggap sebagai tipe estuaria yang berstratifikasi sempurna, karena adanya lapisan-lapisan air yang jelas antara lapisan air tawar, air laut, dan lapisan campuran diantara keduanya. Estuaria baji garam disebut estuaria positif; contohnya estuari sungai mississippi.
  2. Estuaria berstratifikasi sebagian (partially mixed) yaitu estuaria yang memiliki ciri percampuran air tawar dan air asin yang lebih merata sehingga stratifikasi kadar garam terjadi secara horizontal akibat turbulensi di pertemuan air tawar dan air asin. Salinitas air akan bertambah seiring dengan semakin jauh jaraknya dari mulut sungai. Tipe ini lebih umum terjadi di sejumlah estuaria, contohnya di estuaria Teluk Chesapeake, Amerika serikat.
  3. Estuaria homogen (well-mixed) yaitu estuaria yang memiliki ciri percampuran air laut dan air tawar sangat merata sebagai akibat dari pasang surut air laut yang sangat kuat dan dapat menahan masuknya air tawar dari sungai. Tidak ada sertifikasi air laut dan air tawar, semuanya bercampur secara sempurna; contohnya, estuaria sungai Raritan di New Jersey yang bermuara di teluk Delaware.
  4. Estuaria inversi yaitu estuaria yang terbentuk di wilayah beriklim kering, dimana laju evaporasi (penguapan air) mengatasi aliran masuk air tawar. Aliran air tawar dan air laut sama-sama masuk dan menguap di tengah estuaria, sehingga terbentuk zona bersalinitas maksimum. Air dengan kadar garam yang tinggi kemudian tenggelam dan mengalir ke luar ke laut di lapisan bawah. Dengan demikian, pola stratifikasinya seolah-olah terbalik dari estuaria baji garam, sehingga disebut estuaria inversi atau estuaria negatif.
  5. Estuaria intermittent yaitu estuaria yang dicirikan oleh keadaan air yang berubah-ubah tergantung pada iklim dan musim. Jika volume air tawar yang masuk lebih banyak maka perairan menjadi lebih tawar, sedangkan pada musim kering maka sepenuhnya menjadi perairan laut.

Ekosistem estuaria mempunyai peran ekologi yang cukup penting, secara umum di jelaskan oleh Baquet, et al (2004) bahwa estuaria memiliki peran ekologi yaitu sebagai (a) sumber zat hara dan bahan organik yang diangkut lewat sirkulasi pasng surut (tidal circulation); (b) penyedia ruang hidup (habitat) bagi sejumlah spesies tempat berlindung dan tempat mencari makanan (feeding ground) ; (c) sebagai tempat untuk berproduksi dan tempat tumbuh besar (nursery ground) terutama bagi sejumlah spesies ikan dan udang ; (d) tempat penangkapan dan budidaya perikanan, dan (e) jalur transportasi, plabuhan, dan kawasan industri.

 

B.  proses pembentukan Estuaria

Estuari merupakan bentukan badan air yang sangat khas baik dilihat dari segi morfologi, fisis maupun sebagai suatu sistem secara keseluruhan. Proses pembentukan pantai estuaria terjadi dalam empat macam yaitu, sebagai berikut :

1.     Lembah sungai yang tenggelam (drowned river valley)

Lembah sungai yang tenggelam (drowned river valley) yaitu karena permukaan air laut dalam waktu geologi naik perlahan sehingga lembah sungai yang lebih rendah tergenang, atau sebaliknya daratan mengalami penurunan sehingga lembah sungai di tepi pantai tergenang dan muara sungai berpindah tempat menjadi lebih jauh ke wilayah daratan. Tipe estuaria ini mudah dikenali karena muara sungai terlihat sangat lebar dengan kedalaman dasar estuaria kurang dari 30 meter. Contohnya adalah muara sungai Hudson di Amerika serikat, Teluk Chesapeake, dan teluk Delaware di sepanjang pantai Mid-Atlantic, serta teluk Galveston.

2). Tipe laguna

Tipe laguna yaitu estuaria yang terhalangi oleh endapan sehingga bagian depan estuaria menjadi sangat dangkal dan terpisah dari laut sehingga estuaria semi terisolasi dari perairan laut lepas. Di beberapa bagian dari pulau penghalang terdapat parit sempit yang terhubung dengan perairan laut (inlet). Estuaria tipe laguna umumnya berada di pesisir yang landai dan terletak di sepanjang tepi benua yang secara tektonik sangat stabil. Pulau penghalang yang menutup estuaria tumbuh secara alami dengan beberapa cara, antara lain :

a.     Endapan berupa beting pasir yang berasal dari sedimen pasir dasar laut yang terangkat dan di endapkan oleh gelombang laut dan arus susur pantai. Beting pasir ini biasanya memanjang sejajar dengan garis pantai. Proses pembentukannya mirip dengan pembentukan spits.

b.     Endapan beting lumpur yang berasal dari sedimen lumpur yang dibawa oleh aliran sungai. Sedimen ini terhenti dan mengendap di muka estuaria karena tertahan oleh gelombang dan arus laut.

c.     Beting karang yaitu sisa batuan yang tidak ikut tererosi ketika terjadi penggenangan akibat naiknya permukaan air laut di masa lalu.

d.     Beting pasir yang berasal dari tanjung kecil yang tererosi di bagian ujung dan tepiannya yang terbawa oleh arus laut dan gelombang.

3. Tipe fjord

Tipe fjord yaitu estuaria yang terbentuk akibat gerusan gletser yang mengalir dari hulu sungai yang sampai ke tepi pantai. Bentuk estuaria nya sangat khas yaitu memiliki lembah yang dalam, tebingnya curam, dan penampangnya serupa huruf U. Dibagian hulu estuaria, perairan sangat dalam yaitu lebih dari 300 meter. Namun, bagian depan estuaria relatif lebih dangkal karena adanya endapan batuan yang membentuk beting atau gosong pasir. Jika dangkal, maka endapan gosong mepasir ini akan menghambat pertukaran antara air tawar dengan air laut. Estuaria jenis ini banyak terdapat di daerah lintang tinggi atau di lintang kutub. Di bagian depan mulut estuaria, kedalaman air relatif dangkal oleh endapan sungai.

4. Tipe tektonik

Tipe tektonik yaitu estuaria yang terbentuk karena adanya aktivitas patahan tektonik, misalnya estuaria di teluk San Fransisko yang terbentuk oleh pergerakan sesar San Andreas.

 

C. Produktivitas Estuaria

Estuari merupakan suatu komponen ekosistem pesisir yang dikenal sangat produktif dan paling mudah terganggu oleh tekanan lingkungan yang diakibatkan kegiatan manusia maupun oleh proses-proses alamiah. Di lain pihak sebagian besar penduduk dunia (hampir mencapai 70%) bermukim di sekitar wilayah pesisir dan sepanjang tepian sungai termasuk di Indonesia. Estuari dapat dianggap sebagai zona transisi (ekoton) antara habitat laut dan perairan tawar, namun beberapa sifat fisis dan biologis pentingnya tidak memperlihatkan karakteristik peralihan, lebih cenderung terlihat sebagai suatu karakteristik perairan yang khas (unik).

Komunitas estuari membentuk komposisi yang unik berupa percampuran jenis endemik (Jenis yang hidup terbatas di lingkungan estuari), jenis yang berasal dari ekosistem laut dan sebagian kecil jenis biota yang dapat masuk/keluar dari lingkungan air tawar, yaitu biota yang memiliki kemampuan osmoregulator yang baik. Sumber protein dari laut (seafood) merupakan contoh populasi yang baik dari percampuran jenis endemik dan jenis perairan laut. Contoh dari jenis-jenis tersebut adalah kerapu dari jenis Cynoscion nubulosus, sedangkan ikan dari jenis Brevootia sp di jumpai hidup di perairan estuari hanya pada stadium awal. Demikian juga dengan kebanyakan jenis-jenis komersial seperti tiram dan kepiting yang merupakan jenis utama lingkungan ini. beberapa jenis komersial penting dari berbagai jenis udang hidup di laut lepas pada stadium dewasa, dan melewati stadium awal hidupnya di lingkungan estuari. Daur hidup seperti ini sangat umum dijumpai pada biota nekton di daerah pesisir, dimana estuari digunakan sebagai lahan asuhan. kecenderungan tersebut diduga karena pada stadium larva, biota-biota memerlukan perlindungan dan persediaan makanan yang baik. Ketergantungan dari sejumlah besar ikan yang memiliki nilai komersial tinggi di lingkungan estuari, merupakan salah satu sebab ekonomis yang utama dalam pelaksanaan preservasi habitat ini.

Pada umumnya komponen organisme meroplanktonik (plankton temporal) mendominasi perairan estuari dibandingkan dengan organisme holoplanktonik (permanen plankton). Kecenderungan tersebut dapat dilihat dari keragaman jenis organisme meroplankton yang lebih tinggi, hal ini menunjukkan tingginya keragaman habitat biota bentiknya. Ikan belanak merupakan jenis konsumen yang banyak dijumpai di lingkungan estuari di seluruh dunia, karena tingkat fleksibilitas dalam prilaku makannya yang tinggi. Dimana jenis tersebut mampu untuk mendapatkan makanan pada berbagai tingkat tropik dalam rantai makanan. Lingkungan estuari termasuk dalam kategori ekosistem produktif alamiah (Naturally productive ecosystem) yang setara dengan tingkat produktifitas hutan hujan primer dan terumbu karang. Secara garis besar tingginya produktifitas lingkungan estuari dapat dirinci sebagai berikut :

A.    Estuari sebagai perangkap nutrien (Nutrient trap)

Keadaan ini dimungkinkan dengan sistem pengayaan sendiri secara cepat di lingkungan ini. Sistem tersebut setara dengan sistem terumbu karang, dan fenomena tersebut terjadi karena beberapa faktor berikut ini : 1. Terdapatnya karakteristik fisis dan biologis yang khas. 2. Kemampuan penyimpanan dan cepatnya perputaran siklus nutrien oleh biota bentik. 3. Terdapatnya bentukkan formasi dalam sedimen yang terdiri dari bahan organik detritus. 4. Pengembalian (recovery) nutrien dari sedimen perairan dalam, melalui aktifitas mikroba. 5. Penembusan lapisan sedimen yang dalam oleh akar tanaman atau oleh biota penggali. Kecenderungan alamiah ini berlaku juga dalam proses eutrofikasi, faktor inilah yang membuat lingkungan estuari menjadi sangat rentan terhadap polusi, karena polutan akan terperangkap di lingkungan tersebut seperti yang terjadi dengan nutrien.

B.    Keunikan estuari dalam penyediaan produsen sepanjang tahun.

Estuari memiliki kelebihan dalam keanekaragaman tipe produsennya, yang terprogram untuk tersedia sepanjang tahun, tanpa dipengaruhi oleh musim. Perairan ini biasanya memiliki ketiga tipe produsen yang mendukung produsen seluruh isi bumi, yakni makrofit (rumput laut, lamun dan rumput paya), mikrofit bentik dan fitoplankton.

C.    Pasang - surut sebagai faktor terpenting dalam fluktuasi air.

Fluktuasi air di dalam ekosistem estuari sangat dipengaruhi oleh pasang-surut. Pada umumnya semakin tinggi amplitudo pasang surut maka semakin besar pula potensi produktifitas. Gerakan bolak-balik dari air merupakan proses yang sangat berarti dalam pembuangan limbah dari ekosistem tersebut dan pengangkutan makanan serta nutrien dari lingkungan sekitarnya.

Estuari, seperti juga sistem eutrofik lain, kadang-kadang terkena penyakit yang berada dalam tingkat di luar kontrol pemulihan sendiri.Produktivitas primer perairan penting diketahui sehubungan dengan peranannya sebagai penyedia makanan (produser) dalam ekosistem perairan, serta perannya sebagai pemasok kandungan oksigen terlarut di perairan. Tingkat produktivitas primer suatu perairan memberikan gambaran apakah suatu perairan cukup produktif dalam menghasilkan biomassa tumbuhan, terutama fitoplankton, termasuk pasokan oksigen yang dihasilkan dari proses fotosintesis yang terjadi, sehingga mendukung perkembangan ekosistem perairan. Produktivitas perairan yang terlalu tinggi dapat mengindikasikan telah terjadi eutrofikasi, sedangkan yang terlalu rendah dapat memberikan indikasi bahwa perairan tidak produktif atau miskin. Dalam penelitian ini, produktivitas primer yang dimaksud terutama adalah produktivitas oleh fitoplankton, dan terkait dengan oksigen yang dihasilkannya.


Apasaja bentukan proses organik dilautan dan dipantai ?

BENTUKAN PROSES ORGANIK DI LAUTAN DAN PANTAI pendahuluan  bentuk lahan asal organik >> bentuk lahan yang secara alamiah terbentuk dari...